Peringatan Peristiwa 21 Mei 1998
- Indosiar.com
- May 20, 2015
- 3 min read
Hari Kamis, 13 mei, 17 tahun yang lalu Jakarta dan sejumlah kota seperti Solo dan Medan, dilanda kerusuhan hebat. Ratusan rumah dan toko dibakar dan dijarah.
Tanggal 13 hingga 15 Mei, 17 tahun lalu. Peristiwa yang menakutkan sekaligus memalukan terjadi di Jakarta dan beberapa kota lain di Indonesia. Banyak orang berteriak-teriak di jalan, aksi pembakaran di mana-mana. Toko-toko dan kantor dijarah dan dibakar. Akibatnya korban berjatuhan.

Banyak orang cidera dan mati terbakar. Bahkan dikabarkan terjadi penganiayaan dan pemerkosaan massal atas wanita etnis Tionghoa. Sementara kerugian fisik akibat peristiwa tersebut ditaksir mencapai 2,5 trilyun rupiah.
Kini tragedi Mei menjadi lebih tragis, karena setelah 17 tahun berlalu, belum ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Bahkan pemerintah terkesan mengantung dan membiarkan peristiwa kerusuhan Mei menyelimut kabut tebal.
Kilas balik peristiwa berikut mungkin dapat kembali mengurangi ingatan kita akan peristiwa yang menandai runtuhnya era Ordebaru dan dimulainya era Reformasi dengan mundurnya Presiden Soeharto.
12 Mei 1998, unjuk rasa mahasiswa di Kampus Universitas Trisakti terakhir dengan tewasnya 4 mahasiswa Trisakti akibat tertembak peluru tajam aparat keamanan, saat mereka telah berada didalam kampus. Aparat bahkan terus menembaki kampus Trisakti dari arah Jalan Layang. Ke 4 mahasiswa yang menjadi korban Hafidin, Aroyak, Elang Mulia Lesmana, Hendriawansi dan Heri Hartanto.
13 Mei 1998, Jakarta terbakar amuk massa sebagai buntut dari tewasnya 4 mahasiswa Trisakti. Sepanjang pagi hingga siang berbagai aksi unjuk rasa digelar. Perkantoran dan toko-toko mulai tutup. Namun menjelang malam, Jakarta mulai rusuh. Aksi pembakaran mobil dan bangunan mulai terjadi dibeberapa wilayah. Di Kairo, Mesir, Presiden Soeharto menyatakan siap mundur dari jabatannya bila rakyat tidak lagi menghendaki dirinya sebagai presiden dan tidak akan mempertahankan kedudukannya dengan senjata.
14 Mei 1998, Jakarta lumpuh total dan mencekam. Massa seolah tak terkendali, dimana-mana terjadi aksi pembakaran dan kerusuhan. Mereka menjarah, merusak dan membakar toko, pusat perbelanjaan, perkantoran yang tutup. Puluhan orang dilaporan tewas terbakar.
Saat itu diberapa wilayah dilaporkan terjadinya tindak pemerkosaan terhadap wanita etnis Tionghoa. Namun tidak satupun ditemui aparat keamanan diberbagai tempat yang di landa aksi kerusuhan.
15 Mei 1998, Presiden Soeharto tiba di tanah air dari kunjungan kenegaan ke Mesir. Presiden memerintahkan agar diambil tindakan tegas terhadap para penjarah.
16 hingga 17 Mei 1998, berbagai kalangan didalam negeri termasuk mahasiswa yang telah berunjuk rasa, mendesak agar Presiden Soeharto segera mundur dari jabatannya. Puluhan ribu mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia mulai melakukan aksi menduduki Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta.
Mereka menyatakan, tidak akan keluar dari gedung DPR/MPR hingga Presiden Soeharto mundur. Pada hari yang sama, Ketua DPR/MPR Harmoko menyerukan agar Presiden bersikap arif untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Namun kemudian Pangab Jenderal TNI Wiranto kepada pres menegaskan, bahwa permintaan Ketua DPR/MPR agar presiden mundur tidak berdasarkan konstitusi.
19 Mei 1998, presiden muncul di televisi dan menawarkan pembentukan komite reformasi dan pemilu baru. Sebab bila dirinya mundur tidak menyelesaikan masalah. Presiden juga menegaskan, tidak akan mencalonkan diri lagi sebagai presiden.
20 Mei 1998, presiden menerima banyak tamu di kediamannya Jalan Cendana, Jakarta yang semuanya menyarankan agar presiden mengundurkan diri. Diantaranya mantan wapres Tri Sutrisno dan Sudarmono. Datang pula surat pengunduran diri dari sejumlah menteri kabinet.

21 Mei 1998, bertempat di ruang predensial Istana Merdeka Jakarta, Presiden Soeharto didampingi Wapres BJ Habibie menyatakan, berhenti dari jabatan Presiden RI terhintung saat dibacakannya pengunduran diri tersebut. Peristiwa ini langsung diikuti dengan pengambilan sumpah wakil Presiden BJ Habibie sebagai Presiden RI dihadapan sejumlah Ketua Mahkamah Agung.
Usai pengambilan sumpah, Panglima ABRI, Jenderal TNI Wiranto membacakan pernyataan, bahwa ABRI akan tetap menjaga kehormatan dan keselamatan para mantan presiden beserta keluarga termasuk mantan Presiden Soeharto.
Pengunduran ini, Presiden Soeharto disambut gembira puluhan ribu mahasiswa yang masih bertahan di DPR/MPR. Mereka berteriak berjingkrak serta saling bersalaman. Mereka juga menaikan bendera dari setengah tiang menjadi satu tiang penuh.

















Comments