top of page

Berbakti untuk Negeri lewat Buku Diaspora Indonesia

’Tahukah anda berapa jumlah orang kelahiran Indonesia yang berada di seluruh dunia?’’

Pertanyaan itu menjadi salah satu tanda tanya di benak pembaca buku ‘’Diaspora Indonesia. Bakti untuk Negeriku’’ karya Imelda Bachtiar yang diterbitkan pertengahan Agustus 2015 lalu. Bersamaan dengan Kongres Ketiga Indonesian Diaspora yang digelar di Jakarta 12-14 Agustus 2015.

Buku yang diperkirakan bakal dicetak ulang itu, diborong oleh para peserta kongres yang hampir semuanya berdatangan dari luar negeri. ‘’Banyak di antaranya yang membeli koper agar dijual di luar negeri,’’ tutur Imelda. ‘’Pekan ini sudah tersebar ke setiap negara bagian AS. Saya bersyukur,’’ tambah Imelda, penulis buku kelahiran Jakarta itu.

Sampul buku dengan disain cukup cantik, didominasi warna merah putih. Tak heran bila buku terbitan Kompas itu menjadi daya tarik tersendiri bagi anggota Diaspora Indonesia yang umumnya tinggal belasan tahun di luar negeri.

Cerita awal tentang lahirnya perkumpulan komunitas Indonesia yang lahir pada 2012, diprakarsai Mantan Dubes RI di Amerika Serikat, Dino Pati Jalal, bisa dibaca di buku itu. ‘’Diaspora Indonesia bukan sekedar kumpulan para perantau,’’ kata Dino Patti Jalal, saat mengungkapkan ide pembentukan organisasi itu. Demikian pula perkembangan yang telah dicapai Diaspora Indonesisia selama ini. Terutama memperjuangkan Hukum Pengaturan Dwi Kewarganegaraan oleh tim Diaspora yang dimotori Renny Damayanti Mallon dan Nuning Hallett.

Wawancara dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno L.P. Marsudi yang dalam buku ini, memberi gambaran tentang Diaspora Indonesia. ‘’Mereka adalah aset kita yang bisa diajak untuk berkolaborasi,’’ kata Menlu Retno.

Imelda Bachtiar (ketiga dari kiri) dalam acara bedah buku Diaspora Indonesia.

Kisah keberhasilan para warga Indonesia juga dapat dibaca dalam buku setebal 216 halaman itu. Mulai cerita Pauline Boedianto, lulusan Delft University of Technology, Belanda yang diminta Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menangani perkampungan nelayan Muara Angke, Jakarta Utara.

Sampai Michael Tanzil, karyawan perusahaan kesehatan di AS yang berhasil menghibahkan sejumlah peralatan kesehatan ke Indonesia. Atau keberhasilan Bramantya Djermani, yang ikut dalam tim penggarap pesawat Boeing 787 Dreamliner di perusahaan Boeing. Dan Nino Fediawan Kusmedi dan Dedeh Nursa’adah yang bekerja di Oryx Gas to Liquids di Qatar.

Yang cukup menarik adalah belajar bahasa Inggris jarak jauh yang disebut program Diaspora E-Class. Dalam program acara ini, Jeihan Agri, salah satu relawan dan penggagas E-Class memberikan panduan dan bimbingan bahasa Inggris bagi para pelajar dan mahasiswa di Indonesia, lewat media sosial. Program E-Class ini juga memberikan tuntunan bagi para mahasiswa Indonesia di tanah air yang berniat mendapatkan beasiswa di luar negeri, seperti yang bisa anda saksikan di rekaman YouTube di bawah ini.

Bisa dimaklumi, buku ini tidak dapat mencakup semua cerita dari seluruh dunia. Tapi setidaknya, buku yang ditulis Imelda Bachtiar dan Bambang Bujono, redaktur senior Majalah Tempo ini, dapat memberi gambaran sosok Diaspora Indonesia. Termasuk bagi sekitar 4,6 juta orang kelahiran Indonesia di seluruh dunia. ’’Connecting the Dots, Expanding Opportunities adalah moto kami,’’ tulis Mohammad Al-Arief, Presiden Indonesia Diaspora Network Global. ‘’Di mana pun kami berada dan bertempat tinggal, jiwa dan hati kami tetap merah putih,’’ tulis Al-Arief, yang menjadi staf sebuah lembaga keuangan di Washington DC.


Follow Us
  • Facebook Classic
  • Twitter Classic
  • Google Classic

© 2014 design by Didi Prambadi, Indonesian Lantern Media LLC. USA

  • Facebook Classic
  • Twitter Classic
  • Google Classic
  • RSS Classic
bottom of page