Menengok Pameran Java Script Karya Eddy Susanto
Gesekan bow pada chord gitar begitu menyayat, memecah keheningan malam-- mengiringi gerak tubuh sintal yang menggeliat, di bawah terang cahaya. Performance art bertajuk #ANTITEKSIS membuka pameran solo perupa Eddy Susanto dalam rangkuman “Java Script”. Interpretasi dari teks kesusastraan Jawa kuno: “Serat Pararaton” yang mengisahkan Ken Dedes “ibunda para raja Jawa” digelar di Teater Terbuka Galeri Nasional pada Selasa malam.

Di ruang galeri karya-karya perupa Eddy Susanto dalam “Java Script” menggabungkan teks, bahasa, budaya dan sejarah lokal-- meski tak dinafikan selama ini budaya global menginduk pada kultur Barat. Eddy menggoreskan aksara Jawa kuno dalam kanvas berukuran 180 x 291cm. Sehingga memikat Megawati Soekarnoputri, Presiden ke 5 Indonesia berpendapat, “Aksara adalah Ibu Peradaban”.

“Sepanjang sejarah manusia, proses memaknai kehidupan dilakukan dengan menggunakan tanda atau gambar, baik secara lisan maupun tertulis. Sejarah bangsa Indonesia membuktikan bahwa kebesaran peradaban kerajaan-kerajaan nusantara dapat dipahami oleh generasi penerus melalui jejak-jejak aksara. Prasasti, naskah dan peninggalan lainnya dalam untaian aksara menjadi bukti yang tidak terbantahkan tentang kebesaran peradaban kita sebagai sebuah bangsa, “ungkap Megawati.
Adaptasi aksara Jawa kuno dalam karya seni rupa kontemporer bersanding dengan teknologi digital audio dan video di setiap karya-- menggambarkan generasi yang terpisah jarak. Si seniman dikelilingi budaya global “teknologi digital” sedangkan aksara lahir dari zaman peradaban kuno atau prasejarah. “Eddy sedikit banyak turut mengangkat gagasan Stefan Themerson mengenai esensi teks yang lebih rapuh dibandingkan dengan gambar sebagai instrumen perepresentasi pikiran manusia, “ujar Asmudjo Jono Irianto, kurator pameran Java Script.

Dalam artikel yang ditulis Asmudjo menyebutkan gagasan Stefan Themerson bahwa ketika suatu teks diolah sedemikian rupa sehingga memiliki piktorial tertentu, ia akan menghadirkan kontradiksi kompleks antara representasi visual dengan deskripsi linguistik teks, dan akan menyadarkan kita bahwa bahasa merupakan konstruksi yang rapuh dan logis, yang terikat pada subjeknya hanya oleh kesepakatan kultural semata.
Jawa bagi perupa Eddy merupakan titik pertemuan peradaban. Kekayaan manuskrip dan artefak menjadi nilai berharga-- untuk digali sekaligus dikritisi. Serat kuno dan syair kuno dialihkan Eddy dalam medium yang lebih dinamis, acrylic on canvas. Juga pada karya-karya patung, ukir kayu, prasasti dan audio-video.

Tak mudah memaknai karya-karya Eddy dalam Java Script bagi generasi baru yang tak mengenal aksara kuno. Apalagi mereka dual identitas: monokultur. Di satu sisi menunjukkan identitas lokus kultur dan nasion tempat tinggal kita.
Suwarno Wisetrotomo, dosen ISI dan kurator pameran Java Scripth menyimak karya Eddy bertajuk “Defining the Nation”. Bagi pecinta seni yang tertarik dan ingin menyimak naskah-naskah kuno Ronggowarsito, serat Centini dan Pararaton-- juga naskah-naskah kuno lainnya yang diubah dalam seni rupa kontemporer dapat mengunjungi pameran Java Script hingga 2 September mendatang.