top of page

Melewati kemarau Yamdena dengan menimba Air Welempit

Situs perahu batu (Natar Fampompar) menjadi pusat kosmologi warga desa Sangliat Dol. Peninggalan leluhur masyarakat Tanimbar ini sejak zaman Megalitikum-- berbentuk oval, memiliki panjang 18 meter, lebar 9,8 meter dan tinggi 1,64 meter. Peninggalan purbakala itu diperkirakan sejak abad ke 14—situs perahu batu digunakan warga desa Sangliat Dol sebagai tempat upacara adat. Selain tempat kumpulnya tokoh-tokoh adat membahas permasalahan desa.

Jalanan semen berkelok, naik-turun. Pagar rendah yang bercat putih, tertata rapi di setiap rumah. Desa kecil yang bersih. Dipagari pantai berpasir putih yang eksotik. Langit biru dan terik matahari menyengat di siang hari. Tangga menjadi bagian situs megalitikum-- menjorok kebawah sangat curam. Anak-anak kecil tampak gesit berlari kesana-kemari, melompat-lompat, naik-turun tangga. Lalu berlari menuju pantai, berebut main ayunan batang daun kelapa. Sungguh riang wajah-wajah polos mereka. “Kalau besar saya akan jadi Pastor…! “serunya.

Berada di pulau Yamdena, kabupaten Tanimbar Selatan, Maluku Tenggara Barat. Satu jam perjalanan dari pusat kota Saumlaki. Desa Sangliat Dol memiliki dua situs perahu di dataran tinggi dan dataran rendah. Di situs perahu “Air Welempit” yang di bawah, tersimpan sumber air tawar yang jernih. Setiap hari warga desa memanfaatkan airnya untuk kebutuhan memasak, mandi dan cuci pakaian.

Para perempuan dewasa dan anak-anak tertib mengantri dengan membawa jerigen. Musim kemarau membuat air tanah mengering. Tak semua warga desa memiliki sumur. “Mahal biaya gali sumur. Harus dalam 16 meter, “teriak Rosula Lamere, 37 tahun. Rosula, perempuan bergaya tomboy yang masih melajang itu duduk santai di jalanan bersemen. Biasanya pada bulan September hingga Oktober air tanah terus menyusut. “Kita menunggu air naik, baru ambil air. Kira-kira 1-2 jam air akan naik, “ujarnya.

Perempuan lain, bernama Rosula Lamere, 29 tahun, juga menunggu giliran mengambil air. Keduanya bernama sama, satu saudara kandung tapi memiliki karakter wajah yang berbeda. “Setiap hari timba air di sini, sebanyak 4-6 jerigen. Biasanya 3-4 kali sehari ambil air, “ujar Rosula. Tak cuma orang dewasa yang antri air bersih, anak-anak pun gesit mengangkut hingga enam jerigen, naik-turun tangga-- di bawah terik matahari yang menyengat.

Kekeringan selalu jadi masalah daerah-daerah terpencil yang berkontur alam pegunungan dan pulau-pulau kecil yang gersang. Air mudah di dapat saat musim hujan tiba, sumber air akan naik ke atas-- sehingga mudah diambilnya. Meskipun sumber air menyusut, Sangliat Dol, tetaplah desa yang indah-- berada diketinggian bukit, memiliki kekayaan tradisi megalitikum, berkarakter unik, bukit dan lembah hijau, serta pantainya yang mempesona.


Follow Us
  • Facebook Classic
  • Twitter Classic
  • Google Classic

© 2014 design by Didi Prambadi, Indonesian Lantern Media LLC. USA

  • Facebook Classic
  • Twitter Classic
  • Google Classic
  • RSS Classic
bottom of page