top of page

Pengabdian Dokter Di Kepulauan Tanimbar Selatan

  • Text & Foto: Farida Indriastuti
  • Oct 6, 2015
  • 5 min read

Saumlaki, kota kabupaten di gugusan kepulauan Tanimbar Selatan, Maluku Tenggara Barat. Letaknya tepat di pulau Yamdena. Di bulan September angin sedikit kencang, udara dingin menusuk tulang di malam hari-- tapi di siang hari panas terik. Infrastruktur bergerak maju, jalanan beraspal mulus dari kota hingga desa, listrik menyala setiap waktu. Bandara udara Mathilda Batlayeri yang beroperasi sejak Mei 2014-- mulai ramai disinggahi pesawat-pesawat berjenis ATR-72. Sebut saja maskapai penerbangan Garuda Indonesia, Lion Air dan Wings Air.

Bandara udara dengan panjang 1.640 meter dan lebar 30 meter ini terus membangun fasilitasnya. Nama pejuang perempuan Tanimbar, Mathilda Batlayeri yang tewas pada 1953 digunakan sebagai penghormatan. Saumlaki merupakan pulau terdepan yang strategis-- menjadi pintu masuknya kapal-kapal asing dari Australia. Berdekatan dengan negara Timor Leste dan Australia, begitu juga Papua dan Papua Nugini disisi timurnya.

Potensi alamnya luar biasa. Sebagai penghasil kopra, rumput laut hingga beragam jenis ikan laut-- yang dijual keluar pulau seperti Jawa, Sulawesi dan wilayah lainnya. Gerak ekonomi di pelabuhan Saumlaki terjadi setiap saat terutama pengiriman kopra melalui jalur laut dengan kapal-kapal logistik antar pulau. Begitu pun keluar-masuknya barang dari luar pulau seperti Jawa. Penggerak ekonomi dalam perdagangan antar pulau masih didominasi oleh pengusaha-pengusaha Tionghoa dan pendatang lainnya.

Sedangkan fasilitas kesehatan di Saumlaki terdapat tiga rumah sakit; RSUD dr. PP. Magretti, Rumah Sakit Bergerak dan Rumah Sakit Fatima yang dikelola pihak swasta, didukung 12 Puskesmas yang melayangi pengobatan umum. Dokter Yuliana Chatarina (42), tumbuh dan besar di Saumlaki. Tepatnya dari desa Sangliat Dol, desa yang memiliki situs megalitikum perahu batu, peninggalan leluhur masyarakat Tanimbar. Perahu berbentuk oval tersebut memiliki panjang 18 meter, lebar 9,8 meter dan tinggi 1,64 meter. Peninggalan purbakala itu diperkirakan dari abad ke 14-- digunakan warga desa Sangliat Dol sebagai tempat upacara adat hingga musyawarah adat.

Kesehatan Ibu dan Anak

78 gugusan pulau besar dan kecil di Maluku Tenggara Barat, menyulitkan para pekerja kesehatan seperti dokter-dokter dan bidan melayani kesehatan. Infrastruktur laut menggunakan kapal kayu untuk menjangkau pulau-pulau kecil di Tanimbar Selatan, selain speedboat dengan mesin ganda. Ada juga kapal feri yang merapat di pulau besar, namun tidak rutin singgah di setiap pulau. Kapal feri memiliki jadwal setiap minggunya-- namun tidak pasti.

Dokter Yuliana berada di atas kapal RSA dr. Lie Dharmawan saat senja-- ia seolah terlempar pada ingatannya 2003 lalu. Dalam kondisi hamil 8 bulan-- ia nekat naik kapal kayu dengan ketinggian ombak 3 meter. Menempuh perjalanan laut 18 jam untuk menolong pasien. “Ngeri, kapal saya dihantam badai di tengah laut, “ujarnya. Betapa bahagianya dokter Yuliana saat seorang ibu dan anak yang ditolongnya selamat, dan bisa tersenyum lagi. “Benar-benar anugerah dari Tuhan, setelah peristiwa itu saya melahirkan bayi kembar lelaki dan perempuan dalam kondisi sehat, sungguh mukjizat," ungkap dokter Yuliana.

“Dokter Yo” nama yang akrab disapa pasien dan orang-orang sekelilingnya. Ia pernah menjadi Direktur RSUD dr. PP. Magretti dan kini menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Saumlaki selama 4 tahun. Konsentrasinya terfokus pada kesehatan ibu dan anak di kabupaten Tanimbar Selatan. Pada 2002, angka kematian ibu melahirkan mencapai 27 orang per tahun. Pada 2014 menyusut menjadi 9 orang, dan pada 2015 tinggal 3 orang. Kematian ibu melahirkan biasanya karena pendarahan dan kejang-kejang dalam masa kehamilan. “Ada juga kasus Asma sebelumnya, “ungkap dokter Yuliana.

Kini, dokter Yuliana mengubah pola pelayanan kesehatan di kepulauan Tanimbar Selatan. Bersama dokter-dokter dan tenaga medis lainnya ia jemput bola, mendatangi kampung-kampung dan mengembangkan konsep “Gugus Pulau”. Lalu membangun “Rumah Tunggu” bekerjasama dengan UNICEF sejak 2007. Dokter Yuliana menyosialisasikan programnya dari tingkat pusat di Jakarta, lalu tingkat provinsi di Ambon-- sampai kabupaten di Saumlaki, serta menjangkau desa-desa terpencil.

“Kami melakukan penyelamatan ibu hamil yang beresiko dan bayinya. Dan ini menjadi program unggulan di Maluku sekarang, “terang dokter lulusan Universitas Maranatha Bandung ini. Uji coba pertama dilakukan di pulau Selaru dengan waktu tempuh 2-3 jam dari Saumlaki. Tim medis melakukan pemetaan dan memotret wilayah sesuai ketentuan UNICEF dan WHO, sosialisasi dan mobilisasi dilakukan secara kontinyu, hasilnya selama 3 tahun tidak ada angka kematian ibu melahirkan dan bayinya.

Sosialisasi pun merambah ke pulau-pulau seperti Seira, Larat dan lainnya. Pendekatan dan interaksi dilakukan tim medis mengajak para rohaniawan-- agar sosialisasinya menyebar hingga ke pelosok desa secara merata. Selain program “Rumah Tunggu” juga digagas program “Ibu Asuh” untuk menyosialisasikan gizi dan nutrisi keluarga. Tak ayal, pada 2013 Maluku Tenggara Barat (MTB) mendapat penghargaan dari pemerintah RI terkait Pelayanan Kesehatan Terbaik (ditingkat Puskesmas).

Roadmap sangat penting bagi dokter Yuliana untuk memenuhi sistem prasarana, sumberdaya manusia (SDM) dan transportasi. Juga pemetaan desa-desa dan membangun jejaring. “Biasanya kami beri tanda bendera segitiga di rumah ibu hamil. 3 bulan pertama ditandai 1 strip, 3 bulan kedua ditandai 2 strip dan 3 bulan ketiga ditandai 3 strip artinya kehamilan sudah berumur 9 bulan, “ungkap dokter Yuliana.

Alhasil, uji coba di pulau-pulau kecil dan desa-desa berjalan dengan baik, terutama resiko tinggi pada kehamilan ibu tertangani secara baik. Semua bersinergi saling menopang dan membantu, baik dokter, bidan, rohaniawan, relawan, aparatur/warga desa dan lainnya. Jauh berbeda saat dokter Yuliana masih bertugas sebagai Kepala Puskesmas di Pulau Seira bertahun lalu-- menolong persalinan terpaksa ia memanaskan gunting dengan spirtus dan nyala api-- agar steril untuk memotong tali pusar. Kini, fasilitas kesehatan serta kondisi kesehatan ibu hamil dan balita di Saumlaki sudah berjalan baik.

Pengobatan Gratis Tim DoctorSHARE

15 September, pukul 23. 45 WIB. Dokter-dokter muda menempuh perjalanan udara 8 jam yang melelahkan dari kota Jakarta–Makasar–Ambon–Saumlaki. Tim doctorSHARE akan memberikan pengobatan gratis; baik pengobatan umum, bedah minor dan bedah mayor. Kapal Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan sudah menunggu sehari sebelumnya di tepi dermaga Pelabuhan Saumlaki.

Di lambung kapal terdapat fasilitas laboratorium, ruang operasi dan fasilitas medis lainnya. Jumlah pasien pengobatan umum berjumlah 456 warga yang terdiri dari balita, remaja sekolah, dewasa hingga lansia. Kebanyakan warga Saumlaki menderita myalgia (nyeri otot), hipertensi (darah tinggi), ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), dispepsia (nyeri perut), dan cephalgia (nyeri kepala). Juga ditemukan penyakit lain seperti hydrocephalus, suspect hepatitis B, dan retardasi mental.

DoctorSHARE melangsungkan screening atau pemeriksaan pendahuluan terhadap calon pasien bedah mayor dan bedah minor di kapal Rumah Sakit Apung yang bersandar di tepi dermaga. Masyarakat mulai mengantri sejak pukul 07.00 WIT. Tindakan bedah dilaksanakan selama lima hari berikutnya yaitu 19-22 September 2015.

Sabtu, 19 September, tim doctorSHARE melakukan operasi caesar untuk membantu seorang ibu muda, Thecer Theresia Rerresy, 18 tahun, untuk melahirnya seorang bayi. “Saya takut, ketuban tinggal sedikit, “rengek Thecer dengan wajah pucat. Sesekali ia seka butiran air mata dibalik kacamata minusnya. Kedua tangannya menggenggam. Pikirannya kacau tak karuan tatkala menghadapi detik-detik operasi caesar.

Di luar kapal, matahari sore menerangi langit-- lalu meredup dan sembunyi di balik awan. Sebuah sunset yang menawan. Si Thecer akhirnya melahirkan bayinya dengan selamat. Ia beri nama si kecil “Zakarias Lie Dharmawan Jadera”, lahir pukul 17.49 WIT dengan panjang 46 cm dan berat 2.900 gram. Jadera junior merupakan bayi ketiga yang lahir di atas kapal Rumah Sakit Apung dr. Lie Dharmawan.

Selama pengobatan, jumlah pasien bedah mayor mencapai 29 orang dengan 34 kasus, antara lain penyakit; usus buntu, hernia, tubektomi, traksi veruka, fiskal perianal, kista epidernoid, abses mamae, kontraktur sirkumsisi, dan kondiloma. Pasien yang sudah menjalani bedah kemudian dipindahkan untuk mendapat perawatan selanjutnya di Rumah Sakit Bergerak dan RSUD dr. PP. Magretti, Saumlaki. Dokter spesialis bedah Peter Ian Limas berkelakar, “Kalau sedang operasi kapalnya jangan goyang-goyang terus ya, jadi susah operasinya”.

Jumlah pasien bedah bedah minor mencapai 51 orang dengan jenis kasus terbanyak adalah lipoma (21 pasien). Banyak pasien datang dari pulau yang jauh, di seberang Saumlaki. Para keluarga pasien harus mengarungi laut selama 9 jam dengan kapal kayu. Grace Kuway, 64 tahun, ia harus pergi dengan kapal Irama sejauh ribuan mil kilometer dari pulau Seira menuju Pelabuhan Saumlaki. “Saya berangkat jam 9 pagi, baru sampai jam 5 sore. Laju kapal bergerak lambat, “keluh Grace Kuway. Ia mengantar suaminya Sem Natar, 76 tahun, untuk operasi hernia di kapal rumah sakit apung.

“Kami sangat bersyukur atas pelayanan medis di Saumlaki yang berjalan dengan kerjasama yang baik, bersama pemerintah daerah setempat. Pelayanan medis kali ini memang singkat-- tapi kami berharap dapat kembali lagi untuk melayani masyarakat secara lebih berkesinambungan melalui Rumah Sakit Apung ke tiga tahun depan,“ ujar dr. Angelina Vanessa, koordinator doctorSHARE untuk pelayanan medis di Saumlaki.


 
 
 

Comments


Follow Us
  • Facebook Classic
  • Twitter Classic
  • Google Classic

© 2014 design by Didi Prambadi, Indonesian Lantern Media LLC. USA

  • Facebook Classic
  • Twitter Classic
  • Google Classic
  • RSS Classic
bottom of page